Aspek Legal Status Penyidik KPK dari Luar Polri dan Kejaksaan (1)

JAKARTA, 1kata.com – Seiring dinamika hubungan Polri dengan KPK, terutama menyangkut isu penugasan penyidik Polri menjadi penyidik KPK, pemenuhan kebutuhan penyidik KPK yang dinilai masih sangat kurang.

Mengingat beban kerja yang sangat berat dan menumpuk, sampai persoalan menjaga independensi kinerja penyidik KPK, maka kemudian muncul sebuah gagasan bahwa KPK dapat mengangkat sendiri penyidik dari luar Polri ataupun Kejaksaan, yang bersumber dari internal KPK ataupun eksternal KPK, termasuk para penggiat anti korupsi.

Namun, pertanyaan utama yang mengemuka dan mengganjal adalah menyangkut eksistensi dan aspek legal status penyidik KPK yang diangkat bukan berasal dari Polri ataupun Kejaksaan.

Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa “Penyidik adalah Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”.

Sehingga konsekuensinya penyidik Polri atau Kejaksaan yang diangkat menjadi penyidik KPK harus diberhentikan dari jabatannya di Polri atau Kejaksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (3) UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK, “Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi”.
Berdasarkan ketentuan dari kedua pasal tersebut, penyidik Polri yang ditugaskan menjadi penyidik KPK sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf b. UU No 8 Tahun 1988 tentang KUHAP statusnya adalah sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), bukan lagi penyidik Polri.

Demikian pula apabila pengangkatan penyidik KPK berasal dari luar Polri ataupun Kejaksaan, statusnya adalah sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Penyidik KPK yang memiliki status sebagai PPNS semestinya tunduk terhadap PP No 43 Tahun 2012, terkecuali peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi menyatakan lain (lex superior derogat legi inferiori) atau peraturan yang setingkat tetapi lebih baru menyatakan berbeda (lex posterior derogat legi priori atau lex posterior derogat legi anteriori).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 43 Tahun 2012 mengatur tentang tata cara pelaksanaan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. Pasal 9 ayat (2) mengatur tata cara koordinasi operasional penyidikan PPNS dengan Polri. (bersambung)

Penulis: Brigjen Pol Dr. Bambang Usadi, MM, Analis Kebijakan Utama Lemdikpol

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below