JAKARTA, 1kata.com – Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Mahfud MD, membeberkan temuan PPATK terkait pencucian uang senilai Rp189 triliun yang berhubungan dengan impor emas batangan ke dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam) ini pun mengatakan dugaan impor emas ini dilakukan oleh 15 entitas yang diselundupkan ke dalam negeri dengan dalih emas mentah.
Temuan ini pun tak pelak dari dugaan Mahfud MD soal transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang berkaitan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK tinggal diselediki, tetapi dikatakan emas mentah. Mengaku ini emas mentah yang dicetak di Surabaya, dicari ke Surabaya tidak ada pabriknya,” jelas Mahfud MD, saat pemaparan di Komisi III DPR RI, dikutip Jumat (31/3/2023).
Kemudian transaksi mencurigakan ini pun berhasil diendus oleh PPATK dan langsung dilaporkan kepada Kemenkeu selaku penyidik tindak pidana asal di bidang kepabeanan Bea dan Cukai.
Baca juga: Mahfud Ungkap Detik-detik Safe Deposit Box Milik Rafael Alun Ketahuan
Secara lantang dia pun menegaskan bahwa data terkait Rp189 triliun yang disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI beberapa waktu lalu tidak sesuai dengan fakta
“Keterangan terakhir Bu Sri Mulyani di Komisi XI jauh dari fakta, karena bukan dia nipu. Dia diberi data itu, data pajak, padahal itu data bea cukai. Tadi itu penyelundupan emas itu, enggak tahu siapa yang bohong, tetapi itu faktanya,” ujarnya.
Sebagai informasi, Mahfud MD mengungkapkan bahwa PPATK sejak tahun 2017 sudah melaporkan terkait transaksi tersebut namun laporan itu tidak sampai ke tangan Sri Mulyani.
Bahkan laporan tersebut disampaikan secara langsung kepada jajaran anak buah Sri Mulyani, bahkan dikirim kembali laporan pada tahun 2020 juga tidak sampai ke tangan bendahara negara itu.
“Ini yang menyerahkan, Bapak Badaruddin (eks Kepala PPATK), Bapak Dian Ediana (eks Wakil Kepala PPATK), kemudian Heru Pambudi dari Bea Cukai, Dirjen Bea Cukai. Lalu Sumiati Irjennya. Kemudian Rahman dari Irjen, Widiarto Bea Cukai, ini ada tandatangannya semuanya ini bahwa tahun 2017 kasus ini masuk,“ pungkasnya.
Sumber: CR-07
Editor: m.hasyim
Foto: istimewa