JAKARTA, 1kata.com – Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengungkapkan pemerintah masih mementingkan efek ekonomi dalam mengendalikan mudik pada Lebaran tahun ini di tengah penyebaran virus corona ketimbang keselamatan jiwa masyarakat. Terbukti, sampai saat ini belum ada langkah tegas dari pemerintah terkait aturan mudik.
Tulus Abadi menambahkan, penilaian tersebut ia dasarkan pada pernyataan pemerintah pusat soal mudik yang tak seragam dan saling bertabrakan.
Perbedaan pernyataan bisa dilihat saat Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman, menyatakan masyarakat boleh mudik.
Namun, tak lama kemudian pernyataan itu diklarifikasi oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
“Atau bahkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyatakan mudik haram, tetapi Presiden Jokowi menyatakan boleh,” kata Tulus dalam pernyataan yang dikeluarkan di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Hal serupa juga terjadi antar kementerian. Sebagai contoh, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) yang mengeluarkan surat edaran untuk melarang aparatur sipil negara (ASN) mudik atau ke luar kota selama penyebaran virus corona masih terjadi di dalam negeri.
“Sementara itu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi masih mendorong mudik Lebaran. Setidaknya itu yang tercermin dalam public hearing pengendalian mudik pada Senin 6 April 2020,” ungkap Tulus.
Dalam agenda itu, Tulus menjelaskan kajian yang dibangun adalah masyarakat tetap bisa mudik, tetapi dengan pengendalian yang cukup ketat dari pemerintah.
Pemudik harus mengantongi izin dan syarat administrasi yang ketat, lalu jumlah moda transportasi juga akan dibatasi.
“Misalnya, kapasitas penumpang moda transportasi hanya memuat 50 persen saja. Ini dengan maksud agar penumpang tetap bisa melakukan jaga jarak satu sama lain,” jelas Tulus.
Tulus berpendapat jika pemerintah membiarkan masyarakat mudik, maka episentrum virus corona akan semakin menyebar ke berbagai daerah. Masyarakat di pedesaan, seperti petani akan terancam terkena virus corona.
“Akibatnya bisa mengancam pasokan logistik. Siapa yang akan memasok logistik jika petani tumbang karena tertular virus corona oleh pemudik,” tutur Tulus.
Belum lagi, pihak rumah sakit juga akan kewalahan bila jumlah masyarakat yang terinfeksi meningkat signifikan. Hal ini karena kondisi infrastruktur dan jumlah dokter yang terbatas.
Menurutnya, pengawasan akan sulit dilakukan bila tak ada tindakan tegas dari pemerintah. Masalahnya, mudik adalah tradisi masyarakat Indonesia setiap Lebaran tiba.
“Lazimnya mudik dalam sikon yang cenderung crowded, sehingga sangat berat untuk mengontrol protokol kesehatan yang diterapkan,” terangnya.
Oleh karena itu, Tulus menyatakan pemerintah harus bersikap tegas dengan melarang aktivitas mudik Lebaran. Ia meminta pemerintah tak bersikap ambigu dan terkesan tak konsisten.
“Sikap semacam ini justru menjadi pelecut untuk makin masifnya persebaran virus corona ke daerah,” pungkas Tulus.
Sumber: CR-06
Editor: m.hasyim
Foto: istimewa