
SURAKARTA, 1kata.com — Direktur PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk, Dr. (H.C.) Irwan Hidayat menegaskan, minimnya partner atau praktisi yang memanfaatkan obat tradisionla, menjadi salah satu penyebab industri obat herbal di Indonesia tidak dapat berkembang dengan baik.
Tantangan berat ini dihadapi industri jamu dan obat herbal, dimana mereka harus bisa menanamkan kepercayaan kepada para ahli medis.
“Kepercayaan untuk membuat obat itu tidak gampang. Kita kan tahu, dokter kalau sudah pakai satu obat, dia sudah susah dikasih tahu. Dokter bilang, mereka punya pendapat dan kepercayaan sendiri,” kata Irwan Hidayat, saat menjadi pembicara dalam Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) Perkumpulan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI) di Surakarta, Kamis (2/10/2025).
Ia menambahkan, pihaknya mendukung upaya pemerintah yang mendorong kemandirian obat melalui berbagai kebijakan dan program untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku obat. Namun ia menekankan, kemandirian obat terkadang bukan berarti harus membangun pabrik pembuatan obat.
“Salah satu kemandirian obat itu bukan berarti mesti membuat obat-obatan seniri. Sebab, bisa juga kita sudah buat obat, dengan fasilitas yang mahal, tapi dokter-dokter tidak mau pakai,” kata Irwan.
Karena itu, Irwan berharap, pemerintah juga ikut memkirkan hal ini. Menurutnya, kemandirian obat herbal tidak bisa hanya dibebankan kepada industri saja. Pemerintah memiliki peran strategis dalam memperkaya jumlah tanaman yang bisa dipakai sebagai bahan baku obat.
Sebagai salah satu solusi mengatasi ketergantungan impor bahan baku obat, Irwan mengusulkan agar pemerintah melakukan uji toksisitas setiap tahun. Karena hingga kini, hanya ada sekitar 350 macam bahan baku jamu yang bisa diolah. Sedangkan total kekayaan hayati Indonesia mencapai 28.000 jenis tanaman.
Irwan berharap, pemerintah dapat melakukan uji toksisitas 50 tanaman setiap tahun. Dengan begitu, akan ada tambahan 500 tanaman yang bisa diolah menjadi bahan baku jamu atau obat herbal dalam 10 tahun ke depan.
“Upaya ini juga bisa memberi pekerjaan kepada universitas-universitas, supaya mereka melakukan riset,” katanya.
Tiga Strategi
Sebagai produsen obat herbal, lanjut lrwan, untuk menghadapi tantangan tersebut sekaligus mewujudkan kemandirian obat, Sido Muncul menerapkaan tiga strategi.
Pertama, Sido Muncul membuat produk yang terdiri atas bahan tunggal dan berstandar. “Salah satu yang kami lakukan adalah membuat produk-produk tunggal, seperti temulawak, kunyit, daun dewa, jahe. Jadi, kami tidak membuat obat-obat campuran supaya kami bisa melakukan standardisasi,” ungkap Irwan.
Kedua, melakukan uji toksisitas untuk memastikan setiap produk Sido Muncul terstandardisasi dan aman. Ketiga, mencari partner dengan menyasar para dokter yang memahami ilmu anatomi, serta metabolisme, mekanisme, dan cara kerja tubuh.
Namun, dibutuhkan modal untuk meyakinkan para partner. Irwan mengungkapkan bahwa saat ini, dirinya sedang sibuk menyusun buku berisi penjelasan informasi produk-produk Sido Muncul.
Selama ini, informasi produk Sido Muncul yang beredar di masyarakat hanya berupa khasiat dan manfaat. Kali ini, Irwan bersama tim menyusun buku berisi informasi bahan yang terkandung dalam suatu produk, serta literatur dan jurnal yang menjadi landasan pembuatan produk.
Buku tersebut nantinya akan dibagikan kepada para dokter yang tergabung dalam PAAI. Tujuannya, agar para tenaga medis memahami bahwa produk yang dijual oleh Sido Muncul telah melalui riset secara mendalam.
Irwan pun menawarkan kepada para dokter jika ingin menambahkan jurnal atau hasil riset ke dalam buku tersebut agar informasinya lebih valid. “(Buku ini) kami bagikan (dalam bentuk) elektronik dan nanti kalau ada masukan misalnya ada jurnal yang kurang, Anda boleh memberitahukan supaya jurnal ini nanti lebih terarah,” ucapnya.
Terobosan yang Signifikan
Komitmen Sido Muncul dalam mengembangkan jamu dan obat herbal dengan bahan baku lokal, mendapat apresiasi dari kalangan akademisi.
Ketua PIN PAAI 2025 sekaligus Kepala Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Nanang Wiyono, dr., M.Kes. menilai, rencana penyusunan kompendium atau buku riset bahan alam oleh Irwan merupakan terobosan yang signifikan.
Langkah ini semakin mendekatkan tiga bidang sekaligus, yakni penelitian, industri, dan edukasi ke masyarakat. “Insya Allah dengan itu, kami akan mengembangkan tanaman asli Indonesia untuk jadi obat dan mudah-mudahan bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri,” ujar Nanang.
Ia menyampaikan, kalangan akademisi terbuka untuk melakukan kerja sama dan kolaborasi dengan dunia industri dalam bentuk pendanaan maupun sumber daya.
“Mudah-mudahan kami bisa kerja sama dengan Sido Muncul dan teman-teman akademisi di berbagai wilayah di Indonesia ataupun yang lainnya,” ucap Nanang.
Sementara itu terkait dengan posisi obat herbal di ranah medis, Nanang mengaku hal tersebut bisa dikombinasikan.
“Yang jelas, perlu kesadaran semua pihak, perlu proses edukasi untuk menuju keseimbangan, karena kami praktiknya medis. Padahal, itu bisa dikombinasikan dan disinergikan, tidak harus dipertentangkan,” tegasnya.
Pengajar FK Universitas Diponegoro (Undip) Dr. dr. Neni Susilaningsih, M.Si. menyatakan, obat herbal bisa berdampingan dengan obat medis.
“Jadi, kalo kebanyakan penelitian kami lainnya adalah obat herbal sebagai komplementer, pendamping obat medis,” jelasnya.
Menurut Neni, yang terpenting adalah evidence-based karena kalangan medis membutuhkan hasil penelitian yang membuktikan bahwa obat tersebut aman dan bermanfaat.
Ia menjelaskan, terdapat tiga tahap penelitian untuk memastikan kualitas obat, antara lain uji preklinik, uji toksisitas, dan uji manfaat. Jika lolos ketiga tahapan ini, produk bisa naik level, dari jamu menjadi obat herbal terstandar.
Neni mencontohkan penelitian yang telah dilakukannya terhadap Tolak Angin, salah satu produk unggulan Sido Muncul. Hasilnya, Tolak Angin mampu meningkatkan beberapa parameter dari sistem imun atau ketahanan tubuh.
Penulis: ithe
Editor: m.hasyim
Foto: istimewa