MAKASSAR, 1kata.com – Temuan ratusan botol minuman keras (miras) dan alat sabu pasca insiden benrok polisi–Satpol PP di Kantor Balaikota Makassar, beberapa hari lalu, memunculkan reaksi kekhawatiran masyarakat, akan keberadaan Satpol PP.
“Kami berulangkali disuguhi pemandangan aksi kekerasan dan kebiadaban dari aparat yang seharusnya bertugas menciptakan ketenteraman, menjamin ketertiban dan memberikan perlindungan kepada masyarakat,” kata Arman, warga Kota Makassar, di Makassar, Selasa (9/8/2016).
Namun, kenyataan yang kerap kita saksikan di televisi tidaklah sebagaimana mestinya. Setiap berlangsung penertiban, yang kita lihat adalah tindakan beringas, sikap arogan dan angkuh yang dipertontonkan, jangan-jangan tindakan tersebut karena pengaruh miras.
Menghadapi tindakan yang dilakukan oleh satpol PP hampir di seluruh Indonesia ini, tentu kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia perlu menggugat aksi mereka dan mempertanyakan keberadaan satpol PP.
Tindakan brutal, arogan dan angkuh yang diperagakan Satpol PP setiap berlangsung penggusuran atau penertiban, selalu diwarnai dengan adegan pengusiran paksa, pemukulan, menendang dan menganiaya warga masyarakat secara tak manusiawi.
Bahkan akhir-akhir ini mereka sudah berani menampakan arogansi dan melawan terhadap aparat kepolisian bahkan membunuh aparat tersebut.
Menyikapi aksi satpol PP Pemkot Makassar itu beserta ditemukan ratusan botol miras di markas mereka, Arman mendesak penjelasan tentang keberadaan minuman haram tersebut.
Semoga aksi premanisme Satpol PP di Makassar ini menjadi yang terakhir dari serentetan aksi-aksi premanisme dan brutalisme. Karena sejauh ini kita sudah bertanya-tanya, sungguhkah Satpol PP hadir untuk menjaga, melindungi, dan menertibkan kehidupan masyarakat, serta mitra bagi aparat lainnya.
Seharusnya Satpol PP menjadi teladan dalam kehidupan bermasyarakat. Bukan menjadi institusi yang menaungi preman atau pengangguran untuk dijadikan alat pengganggu ketertiban dan pengacau sinergitas.
“Keberadaan Satpol PP ibarat centeng di zaman penjajahan. Aksi brutalnya kerap menghiasi layar televisi. Perlukah dipertahankan atau perlu mencari langkah yang lebih manusiawi?” tanyanya.
Sumber: CR-09 | editor: m.hasyim