JAKARTA, 1kata.com – Pengamat pasar uang Farial Anwar menegaskan, memegang mata uang Rupiah saat ini tidak terlalu menguntungkan. Semakin hari, nilai Rupiah makin menyusut dan termakan inflasi. Namun belum bisa dipastikan, apakah kondisi ini akan membawa Indonesia kembali ke masa krisis ekonomi 1998 atau tidak.
Meski begitu, Farial mengingatkan, ada kemungkinan kondisi krisis ekonomi tahun 1998 bisa terulang. Atau setidaknya, pemerintah harus belajar dari krisis itu, agar tidak kembali terulang. “Tapi saya belum tahu betul apakah akan terjadi seperti itu atau tidak,” kata Farial, kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Ia mengingatkan, ketika tahun 1998 banyak sekali pendapat bahwa krisis ekonomi Thailand tidak akan menjalar ke Indonesia. Namun kenyataannya ketika George Soros masuk ke Indonesia dan memborong dolar AS, Rupiah anjlok tajam dari Rp 2.400 ke Rp 16.000an.
“Kondisi perbankan kala itu rentang didominasi para konglomerat bandit yang memang mempermainkan bank untuk kepentingan pribadi,” katanya.
Saat 1998, lanjutnya, banyak bank bermasalah dan bangkrut dari sisi permodalan. Waktu itu Indonesia belum siap menghadapi guncangan.
Seandainya sekarang ada potensi ke sana lagi, diharapkan Indonesia sudah siap karena cadangan devisa lebih banyak sehingga kemampuan antisipasi kejatuhan nilai tukar menjadi lebih kuat. “Yang penting kerja keras dan serius antar sektor fiskal dan moneter,” katanya.
Mudah-mudahan, kata Farial, kekhawtiran akan krisis ini tidak terulang. Bukan berarti tidak akan terjadi lagi, hanya saja kondisi mempelihatkan bahwa harusnya Indonesia sudah lebih siap. “Kalau sampai terjadi lagi, kebangetan. Artinya kita tidak pernah pintar belajar mengatasi problem,” katanya.
Farial menegaskan, pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS dari waktu ke waktu terus mengalami tekanan yang begitu luar biasa. Jika pemerintah tidak melakukan tindakan yang signifikan dan berpengaruh terhadap laju Rupiah, diperkirakan nilai tukar Rupiah akan terus turun drastis. “Semuanya kembali kepada sikap pemerintah,” katanya.
Keterpurukan nilai mata uang Rupiah, lanjutnya, hanya memberi keuntungan bagi mereka yang kaya dengan dolar AS. Kondisi tersebut menjadi masalah karena bisa jadi permainan rekayasa dari mereka yang kaya dengan dolar AS.
“Lihat saja suap, korupsi, itu pakai dolar AS. Lihat saja pejabat kita banyak yang kaya dengan dolar. Saya perkirakan hampir semua orang berusaha memegang dolar AS,” katanya.
Sumber: CR-02 || editor: m. hasyim